BERKAT
B E R K A T
1. LATAR BELAKANG
Didalam agama Timur Kuno yang primitif, berkat dan juga kutukan
merupakan objek kepercayaan dalam struktur kerohanian mereka. Berkat
dipahami sebagai sesuatu yang baik dan berguna bagi hidupnya, sedangkan
kutukan merupakan pembalasan dari perbuatan jahat. Mengenai berkat,
agama primitif percaya bahwa seseorang yang memiliki kekuasaan dan
kesaktian dapat memberi dan mendatangkan berkat. Caranya ialah dengan
melalui persentuhan (kontak), khususnya melalui perkataan. Seorang
ayahpun diyakini dapat memberi berkat kepada anak-anaknya. Selain dari
pada itu, benda-benda yang dipergunakan orang yang berkuasa dan sakit
tersebut juga dipandang sebagai yang dapat mendatangkan berkat.
Dalam konsep agama suku Batak (Simalungun) tradisional, hal yang
berhubungan dengan konsep berkat tersebut di atas dapat kita temukan
pada perkataan “sahala”. Sahala mencakup kewibawaan, kekayaan harta
benda dan keturunan, keberanian, kegagahan, kecerdasan, kecerdikan,
kesaktian dalam ilmu gaib, pengetahuan yang luas, dan lain-lain. Apabila
seseorang bersentuhan dengan yang memiliki sahala tersebut (misalnya
dengan berjabat tangan, dipeluk atau dipangku) maka ‘sahala’ orang
tersebut diyakini mengalir kepadanya. Bahkan bagian-bagian dari tubuhnya
seperti rambut, kuku, ludah dan alat-alat yang dimiliki (seperti keris,
tongkat, topi, dan lain-lain) apabila dipergunakan diyakini dapat
memberi berkat (rezeki).
Jadi dapatlah disebut bahwa penganut agama primitif memandang
berkat itu sebagai sesuatu yang dapat diperoleh secara magis dan
supranatural baik melalui persentuhan khususnya melalui perkataan dari
orang-orang yang dianggap berkuasa dan sakti. Bagian tubuh dan alat-alat
yang dipergunakanpun dipandang berkuasa mendatangkan berkat. Sekarang
bagaimana pandangan dan kesaksian Alkitab ? Dimana inti pengajaran
Alkitab berbicara tentang berkat untuk dapat menjadi pegangan kita
selaku umat yang percaya kepada Allah sumber segala sesuatu ?
Bagaimanakah kita memahami berkat itu ?
2. PEMAHAMAN AKAN KATA BERKAT
Dalam bahasa Ibrani disebut ‘barakah’ atau ‘barakatuh’
(Kej.12:2-3; 13:6; 27:1; 48:15; 49:25; Kel. 20:11; Ul.23:5; 27:9; 30:16;
Rut.4:11, dll). Kata ‘barakah’ tidak hanya berarti berkat, tetapi juga
menunjukkan kepada “keadaan yang diberkati” atau “memiliki berkat”. Jadi
kata ‘barakah’ mencakup kepada situasi yang baik, sejahtera, berkuasa
dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut ‘blessing’ atau dapat juga
berarti ‘being blessed’ atau ‘being filled with blessing’. Sementara
dalam bahasa Junani disebut ‘oilogeo’ yang berarti “perkataan yang
baik”, misalnya kata-kata yang mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan,
memuji dan memuliakan Tuhan (yakni sering dilukiskan dengan kata
‘oilogesen’, ‘oilogesoi’, ‘oilogemenoi’ atau ‘katoilogei’ ; Mat.14:19;
26:26; Mark. 10:16; 14:22; Luk.6:28, dll). Paulus sendiri memakai kata
‘oilogias’ untuk berkat kepada Abraham (Gal.3:14) dan kata ‘oilogia’
untuk berkat dari Kristus. Berkat berarti juga ‘memberi salam’ (1 Sam
13:10; Kej.33:11) yang menunjuk kepada sikap “hormat” kepada seseorang.
Semua kata-kata tersebut diatas diterjemahkan ke dalam bahasa Simalungun
dengan kata ‘pasu-pasu’ atau ‘marpasu-pasu’ atau ‘napinasu-pasu’.
Menurut kesaksian Alkitab bahwa pemilik dan sumber segala berkat
terletak pada Tuhan Allah. Apabila Ishak memberkati Jakub (Kej. 27 : 1 –
3), dan Jakub kepada Josep (Kej. 48 : 15 ; 49 : 25) semua itu
berlangsung dalam bentuk doa kepada Allah. Jadi Allah itu dipercayai
sebagai pribadi yang hidup, penuh kuasa dan bekerja. Berkat Allah itulah
yang mengatur dan menghidupkan bukan hanya pada diri manusia akan
tetapi juga termasuk tumbuh-tumbuhan, ternak serta seluruh isi alam
maupun yang di udara. Tegasnya, berkat berarti segala sesuatu yang
berasal dari Allah yang sifatnya menghidupkan, memperbaiki,
memperpanjang dan berdaya guna lama kepada manusia.
3. HUBUNGAN DENGAN KEPERCAYAAN
Sejak masa penciptaan Allah senantiasa bekerja memberkati, dan apa
yang ada sekarang ini merupakan wujud dari pada berkat Allah yaitu
kehidupan manusia serta seluruh isi alam maupun yang di udara. Dialah
pemilik dan sumber berkat, sebab Dialah yang empunya kekuasaan dan
kemuliaan sampai selama-lamanya. Akan tetapi Allah tidak hanya
memberkati kemudian Dia mengundurkan diri sambil menunggu hasil dari
kita, melainkan Allah sekaligus mengikat diri-Nya dengan perjanjian-Nya
bahwa Dia berkenan menemani dan mengatur hidup kita (Kej. 1 : 28 ; 3 : 2
; 9 : 1-7).
Itu berarti bahwa di samping berkat-Nya, Dia berkenan mempertemukan
diri_nya dengan kita manusia yang lemah ini. Di samping berkat-Nya, Dia
mau peduli dengan kita. Jadi bukan seperti agama primitif tadi, kuasa
dan kesaktian yang dimiliki seseorang itu tidak memperdulikan kelanjutan
hidup orang yang mendapat “berkat” dari padanya.
Selanjutnya perlu kita pahami pemberian berkat dari Allah bertujuan
agar kita hidup selaku umat Tuhan. Apa yang diberi Allah bertujuan untuk
membangkitkan dan menggerakkan agar kita menaruh percaya kepada-Nya
sebagai sumber segala berkat. Sifat Allah sebagai pemberkat hanya dapat
kita pahami dan syukuri dalam konteks kepercayaan kita kepada-Nya
sebagai sumber segala berkat. Sifat Allah sebagai pemberkat hanya dapat
kita pahami dan syukuri dalam konteks kepercayaan kita kepada-Nya.
Itulah yang terjadi pada diri Abraham. Dengan menaruh percaya kepada
Allah, Abrahampun menerima berkat demi berkat dari Allah (Kej. 12 bd.
Kej. 22) sehingga Paulus memberi dia gelar “bapa semua orang percaya”
(Rom. 4:11). Kepercayaan kepada Allah menjadi dasar pengharapan dan
kegembiraan dalam hidup kita, sebab Bapa di sorga mengetahui apa yang
kita perlukan dan Ia mau memberi itu kepada kita. Itu sebabnya Yesus
mengatakan, “Janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu minum dan
janganlah cemas hatimu. Bapamu tahu bahwa memerlukan semuanya itu.
Tetapi carilah Kerajaan-Nya maka semuanya itu akan ditambahkan juga
kepadamu” (Luk. 12 : 29 – 31)
4. BERKAT DALAM PRAKTIK HIDUP ORANG YANG PERCAYA
Hal pertama yang Allah lakukan terhadap manusia setelah mereka
dicipta adalah memberkati. “Allah memberkati mereka, lalu Allah
berfirman kepada mereka penuhilah taklukkanlah berkuasalah “(Kej. 1 :
28) Berkat Allah mendahului apa yang hendak dilakukan oleh manusia,
berkat Allah mendahului tugas dan perintah-Nya dan berkat mendahului apa
yang hendak kita miliki. Dengan demikian apa yang ada pada kita semua
itu kita pandang berawal dan bersumber dari berkat Allah. Segala sesuatu
yang ada di dunia ini adalah milik Allah (Ayub 41 : 2). Penekanannya
terletak dalam tanggung jawab kepada Allah sebagaimana yang dikatakan
Martin Luther, “Kita bertanggung jawab kepada Allah tentang cara kita
mempergunakan milik, sebab Allahlah yang memberi itu kepada kita”.
Kalau kita memperhatikan bagaimana pemanfaatan berkat dalam praktik
hidup orang yang percaya dalam Alkitab (misalnya Abraham, Yakub, Josep,
Musa, Paulus, dll) maka nampaklah kepada kita bahwa penggunaannya
berorientasi kepada peran serta dalam karya penyelamatan Allah di dunia
ini. Bahkan C. Barth mengatakan, “Berkat dari Allah bertujuan agar kita
menjadi pelopor (perintis) membawa orang kepada kebenaran Allah
“Peristiwa pemanggilan dan pemberkataan Allah kepada Abraham hendak
memberi arti kepada kita agar kita menjadi saluran berkat kepada kaum
manusia seluruhnya tanpa terkecuali (bd. Kej. 12 : 13 ; 26 : 4 ; 28 :
14). Orang yang dapat menjadi saluran berkat bagi orang lain tidak
bergantung besar kecilnya apa yang dia miliki, bukan soal kaya atau
miskin, akan tetapi bergantung dalam kepercayaannya kepada Allah sumber
dari apa yang ada pada kita.
Dengan demikian, berkat dalam praktik hidup orang yang percaya
dipahami sebagai sarana untuk mengkonktirkan kasih Allah terhadap
manusia dan dunia. Bertitik tolak dari pandangan ini, maka orang yang
percaya akan mempergunakan berkat dari Allah sebagai alat pendorong dan
penggerak kesadaran terhadap panggilan dan suruhan Kristus untuk
bersekutu, bersaksi dan melayani; taat pada tugas, rukun dalam
persekutuan, dan aktif di dalam peranannya sebagai umat Tuhan dalam
seluruh lapangan kehidupan manusia di dunia ini. Semua itu kita lakukan
secara suka rela, dewasa dan penuh tanggung jawab berdasarkan iman
kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Tentunya, dalam kehidupan
sehari-hari orang yang diberkati Allah senantiasa melakukan kebaikan,
orang yang dapat dipercaya (Amsal 28 : 20), sipemberi (Kel. 16 : 17),
dapat menguasai diri (Kel. 12 : 15), pembawa damai (Kej. 26 : 29), tidak
pencemburu dan dengki (Kej. 17 : 18), dll.
5. PENUTUP
Jadi dapatlah kita pahami bahwa berkat (pasu-pasu) pada hakekatnya
bersumber dari kekayaan dan anugerah Tuhan semata. Janganlah kita
menyia-nyiakannya, melainkan kita bersyukur kepada Tuhan atasnya dan
menggunakannya secara Kristen dalam kepercayaan kepada-Nya. Dalam GBKU –
GKPS 1995 – 2000 secara jelas digariskan bahwa GKPS terpanggil untuk
mengelola segala sesuatu yang dipercayakan Allah kepadanya. Jadi unsur
penatalayanan mutlak dilakukan secara khas Kristen. Perlu juga kiranya
ditekankan bahwa GKPS terpanggil untuk mengelola segala sesuatu yang
dipercayakan Allah kepadanya. Jadi unsur penatalayanan mutlak dilakukan
secara khas Kristen. Perlu juga kiranya ditekankan bahwa janganlah
berkat itu kita pahami hanya dari sudut bendawi, tetapi hidup dan
kehidupan kita, semangat dan kemauan bekerja adalah juga berkat dari
Allah. Jika kita tidak mensyukuri berkat Tuhan di mana kita masih hidup
dan mampu bekerja, maka hal-hal lain yang datangpun tidak akan dapat
menjadi suka cita bagi kita. Puncak berkat Allah ada dalam diri Yesus
dan melakukan kehendak-Nya akan merasakan betapa nikmat berkat dan
anugerah yang diberi kepadanya. Akhirnya, kiranya Allah Bapa, dan
Anak-Nya Yesus Kristus serta Roh Kudus memberkati kita sekalian.
Sumber : GKPS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar