BAPTISAN DAN SIDI
BAPTISAN DAN SIDI
1. PENGERTIAN BAPTISAN
Baptisan adalah satu dari dua sakramen yang diterima dan
dilaksanakan dalam gereja-gereja protestan. Istilah ‘baptis’ dan semua
kata jadian yang diturunkan daripadanya berasal dari bahasa Yunani
‘baptizien’. Perkataan ini berarti ‘mencelupkan’ atau ‘membenamkan’,
yang secara khusus digunakan menyangkut praktek keagamaan. Praktek ini
mengandung makna simbolik penyucian. Pengertian seperti itu tentunya
terkandung dalam perkataan ‘permandian’ yang sering juga digunakan untuk
menunjuk kepada pembaptisan.
Pelaksanaan pembaptisan dengan mencurahkan atau memercikkan air
atas orang yang dibaptiskan lebih mengingat dan menekankan arti
theologis ketimbang makna simbolik baptisan itu.
2. LATAR BELAKANG BAPTISAN
Penggunaan perkataan ‘baptis’ dalam Alkitab hanya kita temui
didalam Perjanjian Baru. Sekalipun demikian praktek pembenaman itu kita
jumpai juga dalam Perjanjian Lama, yakni dalam 2 Raja 5:14 dimana Naaman
membenamkan diri di sungai Jordan atas perintah Elisa untuk
menyembuhkan dan mentahirkan dirinya dari penyakit kusta yang
dideritanya.
Dalam Perjanjian Baru sendiri pembaptisan yang pertama sekali
disebut ialah pembaptisan yang dilaksanakan oleh Yohanes Pembaptis.
Tentang pembaptisan ini kita harus menyebutkan dua hal. Pertama,
baptisan yang dilakukan oleh Yohanes kepada orang-orang sejamannya
adalah baptisan tanda pertobatan dan keampunan dosa, Mat.3:6; Mk.1:4;
Luk.3:3 bd. Kisah 2:38. Baptisan ini menjadi pertanda kesiapan menyambut
dan menerima kerajaan surga yang sudah dekat. Kedua, lain halnya dengan
baptisan Yohanes kepada Yesus, yang tidak mengandung makna pertobatan
dan keampunan dosa, karena Yesus tidak membutuhkan baptisan yang
demikian. Baptisan atas diri Yesus ialah ‘untuk menggenapkan seluruh
kehendak Allah’, Mat 3:15. Baptisan Yesus menunjuk kepada penderitaan
dan kematianNya oleh karena dosa manusia, bd. Mk. 10:38-39.
Pembaptisan yang dilaksanakan gereja didasarkan atas perintah
Tuhan Yesus sendiri. Perintah Agung itu berbunyi : “Karena itu pergilah,
jadikanlah semua bangsa muridku dan baptislah mereka dalam nama Bapa
dan Anak dan Roh Kudus ….”, Mat.28:19. Pembaptisan seperti inilah yang
segera dilakukan oleh para rasul setelah turunnya Roh Kudus, yang pada
saat itu menjadi satu pertanda masuknya seseorang kedalam persekutuan
orang kristen. Baptisan ini dikaitkan dengan pertobatan, pengampunan
dosa dan penerimaan Roh Kudus, Kisah 2:38,41.
3. MAKNA BAPTISAN
Dalam surat Roma 6:5 disebutkan bahwa baptisan itu ialah persekutuan
orang yang dibabtis dengan kematian Kristus dan sebagai akibatnya ialah
hidup baru dalam Kristus. Dalam Titus 3 : 5 rasul Paulus menggunakan
istilah ‘pemandian kelahiran kembali’ yang dapat kita bandingkan dengan
perkataan Yesus sendiri tentang kelahiran dari air dan Roh, Yoh. 3 : 5.
Dengan kat lain baptisan bermakna pembaharuan dan kelahiran kembali.
Pembabtisan yang dengan tegas dikaitkan dengan keselamatan kita
dengar dalam perkataan Yesus sendiri : “Siapa yang percaya dan dibaptis
akan diselamatkan”, Mk. 16 : 16. Yang memegang peranan penting
dalam perkataan Yesus ini ialalah hal percaya atau beriman. Tanpa
iman-percaya baptisan yang diterima tidak akan bermakna apa-apa dalam
perolehan keselamatan, karena Yesus sendiri mengatakan selanjutnya :
“tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”.
4. Hubungan baptisan dan sidi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, baptisan itu harus disertai
iman-percaya untuk memperoleh keselamatan. Hal ini menimbulkan
pertanyaan tentang baptisan anak-anak, karena iman-percaya tidak mungkin
dituntut daripada anak-anak. Dalam hal inipun kita harus berpijak pada
makna theologis dari pembaptisan tersebut yaitu selku pernyataan janji
Allah kepada manusia. Yang didahulukan dalam pembaptisan ialah tindakan
Allah sendiri yang mengikat janji keselamatan dengan manusia, bukan
respons manusia yang dinyatakan dalam pengakuan percaya. Baptisan adalah
tindakan Allah. Allah lebih dahulu bertindak, baru manusia
dimungkinkan memberikan responsnya. Inilah dasar gereja menerima
baptisan anak-anak. Baptisan demikian diikuti dengan pengakuan percaya
yang dinyatakan dalam angkat sidi.
Dalam praktek seperti ini tanggung jawab gereja dan orangtua menjadi
sangat menentukan dalam ‘menuntun’ anak yang telah dibaptis menjadi
orang beriman.
Sumber : GKPS
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar